LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Dua legislator DPRD Provinsi Gorontalo, Mikson Yapanto dan Erwin Ismail, menjadi sorotan keras masyarakat setelah diduga memelintir fakta terkait proses Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Pohuwato.
Kelompok Pohuwato Bangkit Bersama Penambang (PBBP) menyebut pernyataan keduanya sebagai bentuk manipulasi informasi yang menyesatkan publik, dan mencerminkan upaya pencitraan murahan tanpa kontribusi nyata di lapangan.
Isak, perwakilan PBBP, menyebut klaim Mikson dan Erwin yang menyatakan DPRD telah aktif mendorong WPR dan penerbitan IPR adalah omong kosong belaka.
Menurutnya, 40 titik WPR yang mereka banggakan hanyalah lanjutan dari proses lama yang sudah dimulai sejak tahun lalu oleh Kementerian ESDM.
“Jangan jual nama DPRD seolah-olah ini kerja mereka. Padahal semua proses sudah dimulai sejak Tim Kementerian turun ke lapangan pada Juni 2024, jauh sebelum mereka bicara di media,” tegasnya.
Lebih lanjut, Isak menyebut bahwa hanya Kabupaten Pohuwato yang mendapat perhatian karena cara menambang masyarakatnya terbuka (open pit), dan itu pun belum menghasilkan izin apapun karena dokumen pengelolaan WPR yang sudah selesai dibuat sejak setahun lalu belum juga disahkan Kementerian ESDM.
Yang lebih fatal, menurut Isak, adalah pernyataan Erwin Ismail yang mengklaim salah satu dari 10 titik sudah mendapat izin resmi dari pusat. Pernyataan ini disebut sebagai kebohongan publik.
“Itu menyesatkan. Yang dia sebut izin itu bukan dari 10 titik baru, tapi IPR lama yang dikeluarkan Pemda Gorontalo. Erwin harus dikoreksi ini bukan kerja pusat, bukan hasil pengawalan DPRD. Dia gagal paham atau sengaja mengelabui publik,” kata Isak tajam.
PBBP juga mengecam keras keberadaan Pansus PETI yang dibentuk DPRD. Mereka menilai pansus ini hanya akal-akalan politik untuk meredam tekanan masyarakat tanpa niat menyelesaikan akar masalah.
“Kalau DPRD memang berpihak pada rakyat, kenapa mereka diam soal dokumen WPR yang mangkrak setahun? Jangan sibuk cari panggung, sementara masyarakat terus diburu aparat dengan label PETI karena izin legal tak kunjung keluar,” lanjutnya.
Menurut PBBP, legislator seperti Mikson dan Erwin tidak boleh sekadar menjadi corong pencitraan dan tameng kepentingan elite. Mereka diminta berhenti menyebar narasi pencapaian fiktif dan mulai menekan pemerintah pusat untuk mengesahkan dokumen yang dibutuhkan masyarakat penambang.
“Pertambangan rakyat adalah urat nadi ekonomi masyarakat Pohuwato, bukan tempat main sandiwara politik. DPRD seharusnya bicara dengan data dan kerja nyata, bukan retorika kosong,” tutup Isak. (***)