LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Rencana Rio Potale untuk melaporkan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelantikan Wahyudin Akili sebagai Pengganti Antar Waktu (PAW) Anggota Bawaslu Provinsi Gorontalo menuai kritik tajam dari sejumlah pihak. Salah satu tanggapan keras datang dari aktivis muda Gorontalo, Alfian Biga.
Dalam pernyataannya, Alfian menduga langkah Rio Potale sebagai bentuk kekecewaan pribadi yang dibungkus dengan dalih hukum dan etika penyelenggara pemilu. Ia menilai tindakan tersebut sebagai upaya menggiring opini publik demi menjatuhkan integritas pihak yang sah.
“Rio Potale sebaiknya banyak membaca dan memahami regulasi terlebih dahulu, khususnya tentang mekanisme dan syarat PAW anggota Bawaslu Provinsi. Jangan karena calon yang ia dukung tidak lolos, lalu semua cara dianggap sah untuk menyerang orang lain,” tegas Alfian kepada awak media, Kamis (31/7/2025).
Menurut Alfian, Bawaslu RI sebagai lembaga negara memiliki mekanisme seleksi dan verifikasi yang ketat, serta telah mengikuti koridor hukum yang berlaku dalam menetapkan Wahyudin Akili sebagai PAW. Ia menyebut pelantikan tersebut merupakan hasil dari proses administratif dan pertimbangan profesional yang tidak semestinya dipersoalkan oleh kepentingan individu atau kelompok.
“Apa yang dilakukan Rio Potale justru memperlihatkan bahwa dirinya tidak siap menerima kenyataan dan mencoba menjegal karier orang lain hanya karena berbeda pilihan. Ini berbahaya bagi demokrasi,” tambahnya.
Alfian juga menyatakan dukungan penuh terhadap Bawaslu RI dan menyebut bahwa upaya pelaporan ke DKPP tidak berdasar dan berpotensi mencoreng nama baik institusi negara yang menjalankan tugasnya secara independen dan profesional.
“Tindakan seperti ini harus dilawan. Kita harus menjaga marwah lembaga penyelenggara pemilu, bukan menyeretnya ke dalam konflik personal yang dibungkus isu etika,” tandasnya.
Terakhir, Alfian melihat bahwa polemik ini justru memperlihatkan siapa yang sesungguhnya sedang bermain di balik layar, dengan menggunakan instrumen hukum sebagai alat tekanan.
“Masyarakat diminta untuk lebih jernih dalam melihat peristiwa ini dan tidak terprovokasi oleh narasi tendensius yang sarat kepentingan,” pungkas Alfian Biga. (Arb)








