LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Polemik antara petani tebu dan PT. PG Gorontalo kembali memanas. Ketua DPC Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Gorontalo, Heri Purnomo, menuding pihak pabrik gula bersikap ingkar terhadap aturan resmi Kementerian Pertanian (Kementan) RI terkait penerapan Sistem Pembelian Tebu (SPT) tahun 2025.
Heri menjelaskan, pada 22 April 2025, Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan harga pembelian tebu di Gorontalo sebesar Rp540.000 per ton dengan rendemen 7 persen. Kala itu, PT. PG Gorontalo hanya membeli Rp510.000 per ton dan kemudian menyusulkan selisih Rp30.000 per ton kepada petani.
Namun, pada 21 Juli 2025, pemerintah kembali menerbitkan revisi surat edaran yang menetapkan harga baru di Gorontalo menjadi Rp660.000 per ton. Menurut Heri, inilah yang kemudian menimbulkan kekecewaan mendalam karena pabrik gula menolak membayar selisih harga Rp120.000 per ton sebagaimana sebelumnya mereka patuh terhadap selisih Rp30.000.
“Ini jelas bentuk ketidakadilan. Kalau selisih Rp30.000 bisa disusulkan, mengapa yang Rp120.000 justru diabaikan? Padahal jelas ada surat edaran revisi yang memperbaiki kekeliruan sebelumnya,” tegas Heri, Kamis (18/9/2025).
Ia menambahkan, mediasi sudah dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Provinsi Gorontalo, Kementan, serta perwakilan petani. Bahkan, dalam Zoom Meeting bersama Dirjen Perkebunan, sudah ditegaskan bahwa PT. PG Gorontalo wajib membeli tebu dengan harga Rp660.000 per ton.
Sayangnya, pihak pabrik dinilai bersikap arogan karena enggan menandatangani kesepakatan bersama dengan alasan masih menunggu koordinasi lebih lanjut.
“Kesepakatan 7 September 2025 sudah sangat jelas, PT. PG Gorontalo wajib menerapkan harga Rp660.000 per ton. Dan jika tidak dilaksanakan paling lambat 14 September, pemerintah harus memberi sanksi tegas. Sampai hari ini, janji itu belum terbukti,” kata Heri.
Ia pun mendesak Pemerintah Provinsi Gorontalo untuk tidak sekadar menjadi penonton dalam konflik ini. Menurutnya, sikap diam hanya akan memperburuk kondisi petani yang sudah lama dirugikan.
“Mana ketegasan pemerintah yang selalu bicara soal perlindungan petani? Kalau PT. PG Gorontalo terus dibiarkan semena-mena, maka yang dikorbankan adalah rakyat kecil yang menggantungkan hidup dari tebu. Kami tidak butuh janji manis, yang kami butuh adalah tindakan nyata,” tandasnya. (***)








