LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Polemik seputar aktivitas pertambangan di wilayah Kabupaten Pohuwato kembali memanas, setelah sejumlah alat berat yang digunakan oleh para penambang diketahui telah dipasangi garis polisi (police line) oleh aparat kepolisian.
Salah satu penambang, yang enggan disebutkan namanya demi alasan keamanan, mengungkapkan bahwa para pemilik alat berat diduga telah menyetor uang kontribusi kepada seseorang yang dikenal dengan sebutan nama Ibu Nur. Sosok ini disebut-sebut memiliki pengaruh kuat dalam pengelolaan aktivitas tambang di kawasan tersebut.

“Kami diminta setor kontribusi setiap bulan. Diduga Uangnya disalurkan lewat orang kepercayaan Ibu Nur. Tapi sekarang alat kami dipasangi police line, kami bingung, karena kami merasa sudah mengikuti arahan yang ada,” ujar narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Menurut penuturan beberapa sumber di lapangan, kontribusi tersebut disinyalir tidak melalui mekanisme resmi pemerintah atau instansi pertambangan yang berwenang. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi pengelolaan dana dan keabsahan operasional tambang di wilayah itu.
Masyarakat pun mempertanyakan, apakah langkah tersebut merupakan bagian dari penyidikan resmi atau sekadar penertiban administratif.
“Kalau alat sudah di-police line, berarti ada dugaan pelanggaran hukum. Tapi sampai sekarang tidak ada penjelasan soal pasal apa yang dilanggar, atau apakah alat itu disita sebagai barang bukti,” ungkap seorang tokoh masyarakat yang juga meminta namanya dirahasiakan.
Polemik ini pun semakin rumit dengan adanya dugaan bahwa dana kontribusi yang disetorkan para penambang tidak hanya digunakan untuk operasional lapangan, melainkan juga diduga mengalir ke oknum tertentu yang memiliki kekuasaan informal di wilayah tambang.
Kurangnya informasi resmi dari aparat penegak hukum membuat publik semakin bingung. Padahal, persoalan tambang di Pohuwato bukan isu baru. Konflik seputar perizinan, pungutan tak resmi, dan ketidakjelasan penindakan hukum sudah lama menjadi sorotan di daerah ini.
“Polisi harus menjelaskan secara terbuka kepada publik. Apa status alat berat itu? Siapa yang diperiksa? Bagaimana status hukum dana kontribusi yang disebut-sebut itu?” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa jika dana kontribusi tersebut tidak tercatat dalam mekanisme legal, maka hal itu bisa masuk dalam kategori pungutan liar atau bahkan gratifikasi, yang dapat menjerat pihak-pihak terkait dalam jerat hukum.
Hingga saat ini, masyarakat Pohuwato dan para pelaku usaha tambang kecil hanya bisa menunggu kejelasan. Beberapa alat berat masih terparkir dengan garis polisi melintang, sementara para pemiliknya mengaku tidak mendapatkan surat resmi atau pemanggilan terkait status alat mereka.
Publik kini mendesak agar Kepolisian, baik di tingkat Polres Pohuwato, Polda Gorontalo, segera memberikan penjelasan terbuka mengenai langkah hukum yang sedang dilakukan.
Tanpa keterbukaan, polemik ini dikhawatirkan akan terus menimbulkan keresahan dan memperparah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.(Arb)










