LENSA.TODAY, -(KABGOR)- Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Ketua Kwartir Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka Kabupaten Gorontalo terkait penunjukan Liaison Officer (LO) untuk kegiatan Peran Saka Nasional 2025 menuai gelombang kritik dari kalangan masyarakat sipil.
Koordinator Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Daerah (AMMPD), Arif Rahim, menyebut SK tersebut sebagai bentuk kekeliruan fatal dalam tata kelola etika birokrasi.
Menurut Arif, keputusan tersebut bukan hanya tidak tepat, tetapi juga mencerminkan ketidakjelasan batas antara urusan organisasi dan urusan pemerintahan. Dalam SK itu, seluruh pejabat penting daerah termasuk Kepala OPD dan bahkan Sekretaris Daerah ditugaskan sebagai LO dalam kegiatan yang sepenuhnya merupakan agenda organisasi Pramuka.
“Peran Saka Nasional 2025 adalah kegiatan organisasi, bukan agenda resmi pemerintah daerah. Maka menjadi sangat tidak etis ketika pejabat struktural pemerintahan ditarik untuk mengurusi urusan organisasi. Ini bentuk penyalahgunaan fungsi jabatan,” ujar Arif dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).
Arif mengingatkan bahwa melibatkan pejabat struktural dalam kegiatan non-pemerintahan secara langsung bisa berdampak serius pada kualitas layanan publik. Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 400 ribuan jiwa, Kabupaten Gorontalo memerlukan perhatian penuh dari seluruh perangkat pemerintah daerah agar pelayanan publik tidak terabaikan.
“Kalau para pimpinan OPD sampai Sekda sibuk mengawal peserta peran saka, lalu siapa yang bertanggung jawab atas jalannya pemerintahan dan pelayanan rakyat? Jangan sampai demi satu kegiatan, ribuan layanan publik terganggu,” tambahnya.
Tak hanya itu, Arif juga secara tegas mengingatkan posisi ganda Bupati Kabupaten Gorontalo yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Pembimbing Cabang (Mabicab) Gerakan Pramuka. Menurutnya, Bupati perlu memahami dengan jelas batas peran sebagai kepala daerah dan sebagai kader pramuka.
“Kami minta kepada Bupati untuk bisa menempatkan diri secara proporsional. Kapan dia berbicara sebagai kepala daerah, dan kapan dia bertindak sebagai kader pramuka. Tidak boleh mencampuradukkan dua ranah ini, karena bisa mencederai tatanan birokrasi,” pungkas Arif.
AMMPD mendesak agar SK tersebut segera dievaluasi dan dibatalkan, serta mengimbau kepada seluruh elemen pemerintah daerah untuk tetap berfokus pada tugas dan tanggung jawab utama dalam melayani masyarakat. (Arb)











