LENSA.TODAY., (GORUT) – Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo Utara, Lukum Diko, kembali turun langsung ke tengah masyarakat dalam agenda reses yang digelar di Desa Helumo, Baina Ale, pada Kamis 28 Agustus 2025.
Dalam pertemuan itu, Lukum Diko menerima berbagai aspirasi masyarakat yang mayoritas berkaitan dengan kebutuhan infrastruktur dasar, mulai dari pembangunan jalan hingga normalisasi sungai yang selama ini mengganggu aktivitas dan perekonomian warga.
Di hadapan masyarakat, Lukum menegaskan bahwa perjuangan untuk memenuhi kepentingan rakyat bukan perkara instan, melainkan amanah yang menuntut kesabaran dan komitmen yang konsisten.
“Yang dibutuhkan itu adalah kesabaran. Kalau tidak sabar, tidak bisa. Kita juga harus berkomitmen untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat,” ujar Lukum Diko.
Politisi Partai Golkar itu juga menuturkan rasa terima kasih atas kepercayaan masyarakat Helumo dan Baina Ale yang telah memilihnya sebagai wakil di parlemen. Ia menyebut kepercayaan tersebut menjadi energi bagi dirinya untuk menuntaskan perjuangan di daerah tersebut.
Tak hanya itu, Lukum turut menyinggung komitmennya terhadap kawasan Samapi, yang menurutnya masih menyimpan “utang perjuangan” yang belum sepenuhnya tuntas.
“Ini hutang kami yang harus diselesaikan bersama dinas terkait, khususnya untuk masyarakat Desa Helumo dan Baina Ale,” imbuhnya.
Agenda reses kali ini dipilih secara khusus untuk digelar di wilayah pegunungan dan lembah, bukan di pusat kota. Menurut Lukum, hal ini bertujuan agar program reses benar-benar dirasakan seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di wilayah terpencil.
“Reses ini saya buat di pelosok agar masyarakat di pegunungan dan lembah juga tahu apa itu reses, bukan hanya yang tinggal di pusat kota,” tegasnya.
Salah satu masalah utama yang mencuat dalam reses tersebut adalah aliran sungai yang menyempit hingga menyebabkan banjir ke area perkebunan warga. Kondisi ini telah mengakibatkan tanaman kelapa milik warga mati akibat air sungai yang meluap ke kebun.
“Normalisasi sungai ini dulu sempat belum saya fokuskan. Tapi sekarang, kelapa-kelapa warga sudah mati karena air tidak lagi mengalir di sungai, melainkan masuk ke perkebunan,” tutup Lukum. ~A2








