LENSA.TODAY, -(OPINI)- Kasus dugaan gratifikasi yang menyeret nama mantan Direktur RSUD Dunda Limboto, dr. Alaludin Lapananda, kembali menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena persoalan hukum yang mungkin melekat di dalamnya, tetapi juga karena narasi pembelaan yang disampaikan ke publik dinilai tidak logis dan bahkan menyinggung akal sehat masyarakat.
Alasan bahwa dana yang diduga diterima terkait dengan penganggaran sapi qurban terasa janggal dan tidak relevan dengan konteks percakapan serta bukti-bukti yang telah tersebar di publik. Pengalihan isu dengan membawa-bawa urusan ibadah justru dinilai sebagai bentuk pembelaan yang tidak elegan dan mencederai nilai kejujuran.
Informasi yang dihimpun oleh redaksi menunjukkan bahwa dana untuk pembelian hewan kurban di RSUD Dunda Limboto bukan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ataupun anggaran negara lainnya, melainkan dari sumbangan atau patungan karyawan rumah sakit. Fakta ini secara langsung membantah narasi bahwa dana tersebut merupakan bagian dari kegiatan resmi rumah sakit yang dibiayai negara.
Dalam situasi seperti ini, pemerintah daerah seharusnya tidak tinggal diam. Ketegasan menjadi kunci, karena kasus ini bukan sekadar menyangkut reputasi seorang individu, tetapi juga citra pemerintahan dan kepercayaan publik terhadap institusi layanan kesehatan.
Begitu pula dengan DPRD sebagai lembaga pengawas. Agenda hearing yang sudah mulai dibahas harus diarahkan untuk menggali kebenaran secara utuh, bukan sebagai formalitas politik semata. Proses klarifikasi dan investigasi harus berjalan terbuka, objektif, dan bebas dari intervensi.
Yang lebih penting dari segalanya adalah bagaimana pemerintah merespons isu ini. Pembiaran akan dianggap sebagai pembenaran, dan sikap setengah hati hanya akan memperkeruh suasana. Di tengah situasi ekonomi dan sosial yang tidak mudah, masyarakat menuntut keteladanan, bukan drama atau sandiwara pembelaan yang tidak berdasar.
Masyarakat Gorontalo sudah cukup cerdas untuk menilai mana yang benar dan mana yang hanya upaya menutupi kesalahan. Dan jika memang tidak ada pelanggaran, maka cara terbaik untuk membersihkan nama adalah dengan membuka fakta, bukan berlindung di balik alasan yang dibuat-buat.
Pemerintah dan lembaga terkait wajib bersikap serius. Ini bukan hanya soal satu orang, tapi soal integritas dan marwah pemerintahan itu sendiri. (Arb)