LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Aksi damai yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa dan Aktivis Peduli Danau Limboto di depan kantor Balai Sungai Sulawesi II Gorontalo berubah menjadi ricuh akibat tindakan arogan Kepala Balai, Ali Rahmat, yang dinilai memprovokasi massa dengan sikap kasar dan tak pantas sebagai seorang pejabat publik.
Alih-alih merespons aspirasi mahasiswa dengan kepala dingin, Ali Rahmat justru tampil bak preman berseragam negara. Ia diduga melakukan intimidasi terhadap massa aksi, bahkan aparat keamanan dari TNI-Polri yang berjaga pun sempat kewalahan meredam situasi saat terjadi penarikan paksa terhadap salah satu orator mahasiswa.

Peristiwa ini bermula dari penyampaian aspirasi terkait keluh kesah masyarakat pesisir Danau Limboto. Namun, alih-alih mendengar dan berdialog, Kepala Balai justru menunjukkan sikap otoriter yang menyulut amarah mahasiswa.
“Andi Taufik, menyebut tindakan Ali Rahmat mencerminkan mentalitas premanisme birokrat yang merasa kebal kritik. ‘Ali Rahmat seolah lupa bahwa ia digaji dari uang rakyat, tapi bertindak seolah-olah sedang menguasai markas pribadi. Ini bukan hanya mencoreng etika birokrasi, tapi juga mencederai prinsip demokrasi,’ tegasnya.”
Aliansi Mahasiswa dan Aktivis Peduli Danau Limboto menyampaikan tiga tuntutan tegas :
• Mendesak Menteri PUPR untuk segera mencopot Ali Rahmat dari jabatannya.
• Mengecam keras segala bentuk arogansi dan tindakan represif terhadap aksi mahasiswa.
• Menyatakan bahwa aksi akan terus berlanjut hingga Ali Rahmat dicopot dari kursi Kepala Balai.
Situasi ini menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat, khususnya Kementerian PUPR, agar tak menutup mata terhadap praktik arogansi pejabat daerah yang antikritik dan memanfaatkan kekuasaan untuk menindas suara rakyat.
Jika pembiaran terus terjadi, maka bukan hanya legitimasi pemerintah yang dipertaruhkan, melainkan juga masa depan demokrasi dan keadilan ekologis di tanah Gorontalo.
“Kami tidak akan berhenti. Selama Ali Rahmat masih menjabat, aksi kami akan terus hidup,” pungkasnya. (Arb)








