LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Gelombang kemarahan publik terhadap Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II Gorontalo kian membesar. Sejumlah mahasiswa dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Aktivis Gorontalo kembali turun ke jalan, menggeruduk kantor BWS untuk menuntut pertanggungjawaban moral dan hukum atas berbagai dugaan penyimpangan di tubuh lembaga tersebut.
Aksi yang berlangsung panas itu menampilkan simbol-simbol protes yang mengguncang, keranda mayat yang dibakar sebagai lambang matinya hati nurani pimpinan BWS, serta lemparan eceng gondok dari Danau Limboto sebagai simbol nyata kegagalan proyek revitalisasi yang menelan miliaran rupiah tanpa hasil berarti.
Menurut para pengunjuk rasa, proyek revitalisasi Danau Limboto hanyalah contoh kecil dari sederet proyek di bawah BWS Sulawesi II Gorontalo yang dinilai gagal dan sarat kepentingan.
Aktivis Andi Taufik menegaskan, BWS bukan hanya gagal menjalankan tanggung jawabnya, tetapi juga menunjukkan watak kepemimpinan yang arogan dan tidak berintegritas.
“Kami datang bukan untuk hura-hura. Kami menjemput permintaan maaf dari Kepala BWS atas arogansinya terhadap rakyat. Balai ini bukan milik pribadi, tapi milik publik. Dan kami tidak akan diam melihat proyek-proyek bermasalah terus dijalankan dengan aroma dugaan korupsi,” tegasnya. Kamis, (23/10/2025)
Aliansi mahasiswa juga menyoroti proyek pembangunan pemecah ombak di Biluhu yang diduga sarat praktik korupsi, serta indikasi penggunaan solar subsidi dalam proyek jaringan irigasi air tanah di Kecamatan Randangan. Semua ini, kata mereka, menjadi bukti kuat bahwa BWS Sulawesi II Gorontalo tengah dikuasai oleh mental pejabat yang tamak dan jauh dari semangat pelayanan publik.
Pembakaran keranda mayat dan pelemparan eceng gondok disebut sebagai bentuk puncak kemarahan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menjaga sumber daya air, tetapi justru diduga menjadi sumber masalah.
“BWS hari ini tidak lagi menjadi balai pengelola sungai, tapi balai penguras anggaran. Terlalu banyak indikasi dugaan korupsi, terlalu banyak kejanggalan yang ditutupi. Kepala balainya lemah, tidak berintegritas, dan arogan terhadap kritik masyarakat,” ujarnya.
Andi menegaskan, selama Kepala BWS Sulawesi II Gorontalo belum menyampaikan permintaan maaf terbuka atas tindakannya, aksi akan terus digelar.
“Kami akan datang lagi, dengan jumlah massa yang lebih besar. Ini bukan sekadar peringatan, tapi gerakan moral untuk menyelamatkan Gorontalo dari kepemimpinan bobrok di tubuh BWS,” tutup Andi. (Arb)









