LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Gelombang protes yang digerakkan oleh Aliansi BEM dan Cipayung Kabupaten Gorontalo terhadap Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi II, bukan hanya tentang kebijakan atau proyek. Ini tentang sikap. Tentang bagaimana pemimpin publik semestinya memperlakukan suara rakyat terutama mahasiswa, sebagai agen perubahan.
Aksi massa yang digelar pada Selasa, 14 Oktober 2025, merupakan puncak dari kekecewaan mahasiswa atas sikap yang mereka nilai arogan dari Kepala BWS, Ali Rahmat, saat menghadapi unjuk rasa pada 8 Oktober lalu.
Bentuk kemarahan itu disampaikan secara tegas dan terbuka di halaman kantor BWS, bahkan sempat diwarnai dengan aksi pembakaran ban sebagai simbol protes keras.
Meski aksi tersebut berakhir dengan diterbitkannya surat permohonan secara kelembagaan dari pihak BWS, namun suara mahasiswa tetap bulat, mereka menuntut permintaan maaf secara pribadi dari Ali Rahmat.
“Kami tidak butuh surat formalitas. Kami ingin mendengar langsung permintaan maaf dari mulut beliau. Karena yang bersikap arogan adalah beliau sebagai pribadi, bukan hanya sebagai lembaga,” ungkap Andi Taufik, Rabu, (15/10/2025).
Dalam konteks ini, publik tentu berharap agar Kepala BWS Sulawesi II Gorontalo, Ali Rahmat, bersedia menunjukkan kebesaran hati sebagai seorang pemimpin. Permintaan maaf bukanlah bentuk kelemahan, tetapi justru menjadi wujud kedewasaan dan tanggung jawab moral dalam kepemimpinan.
Ketidakhadiran Ali Rahmat saat aksi berlangsung justru memperpanjang kekecewaan. Maka kini, bola ada di tangan beliau. Akankah ia memilih untuk meredam situasi dengan langkah sederhana namun bermakna?.
Sebagai pejabat publik, Ali Rahmat memegang peran strategis bukan hanya dalam urusan teknis pembangunan, tetapi juga dalam menjaga etika dan komunikasi dengan masyarakat. Kepemimpinan yang baik tidak hanya diukur dari proyek yang selesai, tapi juga dari cara seorang pemimpin merespons kritik dengan rendah hati.
“Saatnya Kepala BWS membuka ruang dialog, menurunkan ego birokrasi, dan menunjukkan bahwa pemerintah hadir untuk mendengar, bukan untuk mendominasi,” pungkas Andi Taufik. (Arb)











