LENSA.TODAY, -(KABGOR)- Kisruh pengelolaan keuangan daerah mulai menuai hasil menyusul telah dibentuknya Pansus (Panitia Khusus) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo dalam rangka menulusuri penyebab amburadulnya pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Daerah. Keadaan ini ikut mendapat perhatian khusus dari aktifis mahasiswa dari Universitas Mohammadiyah Gorontalo, Universitas pernah dipimpin oleh Nelson Pomalingo yang kini menjadi Bupati Kabgor.
Dalam rapat-rapat Pansus, pihak DPRD Kabupaten Gorontalo telah menghadirkan beberapa pimpinan OPD untuk dimintai keterangan dan dari keterangan tersebut telah ditemukan beberapa kejanggalan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Kepada Lensa.today, Farel Novriyanto aktifis mahasiswa dari Universitas Mohammadiyah Gorontalo mengatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah sebuah sistem tata kelola yang dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga sampai dengan poses evaluasi.
” Nah pertanyaannya, DPRD Kabgor sebagai institusi yang memiliki hak yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam perumusan perencanaan anggaran sesuai dengan hak budgetingnya, apakah telah melaksanakan fungsinya dengan benar?”, tanya Farel penasaran.
” Jangan sampai pembentukan Pansus hanya untuk bargainning position saja, patut diduga seperti itu sebab pembentukan Pansus seperti ini sudah beberapa kali terjadi dalam periode keanggotaan DPRD sekarang ini akan tetapi hasilnya menggelikan apalagi ini sudah di akhir periode” lanjut Farel degan nada sindirian.
Menurut Fadel, sejatinya DPRD adalah institusi yang harus ikut bertanggungjawab terhadap buruknya pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Daerah sebab anggaran dalam APBD dilaksnakan berdasarkan persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati yang secara teknis ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
” APBD ini dibuat berdarkan pesetujuan DPRD dan Bupati sehingga jika terjadi kebobrokan dalan pengelolaan keuangan daerah, maka DPRD tidak bisa seenaknya lepas tangan. Jangan sampai Pansus sebagai cara DPRD untuk ‘cuci tangan, jangan sampai DPRD dalam pikiranya hanya Pokir melulu jadinya fungsi pengawasan tidak maksimal akibatnya seperti yang kita lihat sekarang’”, jelas Farel.
Farel pun ikut menyoroti dugaan adanya TGR kepada anggota DPRD akibat dari adanya markup gaji atau pendapatan DPRD yang menurutnya salah sala satu bentuk amburadulnya pengelolaan keuangan daerah.
“Gaji atau pendapatan DPRD itu ditetapkan lewat Peraturan Bupati sehingga kejadian itu gambaran bahwa Bupati dalam mengambil kebijakan tidak berdasarkan perundang-undangan sehingga merugikan keuangan daerah. Korban dari buruknya pengelolaan keuangan daerah bukan saja Guru tidak menerima penuh tunjangan profesi atau Perangkat Desa belum menerima seluruh gajinya akan tetapi termasuk anggota DPRD yang diberi sanksi TGR” imbuhnya.
“Andai kemudian Pansus DPRD sekedar mainan untuk menaikan posisi tawar, maka sangat mungkin berarti DPRD takut efek baliknya karena bisa jadi ikut salah dalam kebijakan keuangan dan bisa jadi DPRD bukan korban soal TGR gaji atau pendapatannya akan tetapi bisa jadi termasuk yang menskenariokan”, tambah Farel.
Lanjut Farel, jika kerja pansus ini objektif dan dan sungguh-sungguh, maka segenap aktifis kampus akan mendukung akan tetapi jika hanya sebaliknya, maka mereka tidak akan diam.
” Pansus ini harus objektif dan jangan main-main, jika kelak ini hanya sekedar gertak dan alat bargaining, maka kami akan mengumbar seluruh permasalahan DPRD ke APH, dari soal Pokir, Perjalanan Dinas hingga TGR” pungkas Farel. (Arb)