LENSA.TODAY, -(OPINI)- Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum merupakan salah satu indikator penting dalam menilai kualitas tata kelola pemerintahan dan penegakan keadilan.
Dalam konteks ini, capaian Kejaksaan Agung yang meraih tingkat kepercayaan publik sebesar 76 persen, sebagaimana disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Sabtu, 8 November 2025, menjadi catatan menarik yang patut diapresiasi.
Menurut Burhanuddin, angka tersebut menunjukkan bahwa publik menilai Kejaksaan telah bekerja secara tegas, berani, dan tidak tebang pilih dalam mengusut berbagai kasus kejahatan kerah putih yang menimbulkan kerugian negara fantastis. Ia menegaskan bahwa keberhasilan Kejaksaan dalam menangani sejumlah kasus mega-korupsi telah menjadi faktor utama yang mendorong meningkatnya kepercayaan masyarakat.
Beberapa tahun terakhir, persepsi publik terhadap institusi penegak hukum kerap diwarnai skeptisisme. Banyak pihak menilai bahwa hukum sering kali tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Namun, hasil survei terbaru menunjukkan adanya pergeseran citra terhadap Kejaksaan. Lembaga ini kini dipandang lebih berani menindak kasus-kasus besar, termasuk yang melibatkan figur berpengaruh di sektor politik dan ekonomi.
Peningkatan citra ini bukan terjadi secara tiba-tiba. Di bawah kepemimpinan Burhanuddin, Kejaksaan Agung gencar melakukan reformasi internal, memperkuat sistem pengawasan, dan menegakkan prinsip transparansi dalam setiap proses penanganan perkara. Berbagai operasi pemberantasan korupsi berskala besar yang sebelumnya jarang disentuh menjadi bukti konkret keberanian lembaga ini.
Namun, di balik pujian yang mengalir, ada tantangan besar yang menanti. Kepercayaan publik, sebesar apa pun, bersifat dinamis dan mudah berubah. Ia harus dijaga melalui konsistensi tindakan dan keberlanjutan reformasi.
Publik menaruh harapan besar agar keberanian Kejaksaan tidak berhenti pada kasus-kasus besar yang menarik perhatian media, tetapi juga menyentuh praktik korupsi di tingkat daerah dan birokrasi bawah.
Konsistensi ini akan menentukan apakah Kejaksaan dapat benar-benar menjadi lembaga penegak hukum yang independen dan profesional, atau hanya menikmati momen sesaat dari gelombang popularitas?
Angka 76 persen tersebut memang layak dibanggakan. Namun lebih dari itu, angka tersebut adalah amanah publik yang harus dijaga. Di tengah berbagai dinamika politik dan tantangan penegakan hukum, Kejaksaan dituntut untuk terus membuktikan bahwa hukum bisa menjadi alat keadilan, bukan alat kekuasaan.
Ke depan, keberhasilan Kejaksaan Agung dalam mengelola kepercayaan publik akan menjadi tolok ukur bagi lembaga penegak hukum lainnya. Bila Kejaksaan mampu menjaga integritas dan transparansi, bukan tidak mungkin lembaga ini akan menjadi simbol baru keadilan yang berpihak pada kepentingan rakyat dan negara. (Arb)







