LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Pasca laporan pengaduan yang dilayangkan oleh Jenly South alias Jeni, Nawil Lumbeyahu alias Ta Nou, salah satu pengusaha tambang di desa Tulabolo Kecamatan Suwawa Timur memilih untuk melakukan upaya hukum. Hal ini dipilih oleh ta nou karena ta nou merasa dirinya tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan oleh Jenly.
Jenly dalam laporan pada 4 Maret 2023 melalui Sat Reskrim Polres Bone Bolango melaporkan Ta Nou telah melakukan dugaan tindak pidana penipuan terhadap dirinya atas pekerjaan Tambang emas yang terletak di batu gergaji (motomboto). puncaknya atas laporan tersebut Pihak Polres Bone Bolango langsung melakukan tindakan penyitaan terhadap lokasi tambang dengan cara memasang police line.
Atas tindakan police line tersebut sebagai konsekuensinya ta Nou harus menghentikan pekerjaan, dan menanggung biaya makan minum dan biaya lainnya kepada para pekerja tanpa pendapatan yang jelas. Ta Nou sendiri memiliki kurang lebih 200 orang tenaga kerja tambang yang hidup dari proses pengolahan tambang tersebut.
Menurut Ta Nou, memang ada surat kesepakatan bersama antara dia dengan Jeny, dalam kesepakatan tersebut Jeny akan mendapatkan bagian karena jeny adalah pekerja pertama yang diberi kepercayaan oleh Ta Nou untuk pekerjaan lubang tambang di kawasan motomboto tersebut.
Selain itu ta Nou membantah bahwa Jeny juga merupakan pemilik lobang tambang.
” Tidak, dia bukan pemilik tambang, dia saya suru karja disitu sejak dari awal, dari nol dan saya yang modali samua,” imbuhnya.
Sementara itu Frengki Uloli sebagai kuasa hukum Ta Nou menjelaskan bahwa benar kliennya telah dilaporkan oleh Jenly South dengan dugaan Penipuan pada tanggal 4 Maret 2023, bahkan menurut Frengki atas dasar laporan tersebut selanjutnya Satreskrim Polres Bone Bolango telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor : SP.Lidik/137/III/Res.1.24/2023/Reskrim pada hari dimana laporan itu diterima. Tidak hanya itu, pihak Reskrim Polres Bonbol juga telah melakukan tindakan upaya paksa berupa pemasangan police line di lokasi lubang tambang milik klien kami.
Sesuai dengan kuasa yang diberikan kepada saya, selanjutnya saya telah mendapingi klien pada hari sabtu (11/03) untuk dimintai keterangan (klarifikasi). Bila mencermati perkara ini, sebenarnya ada perjanjian antara Pelapor dan Terlapor dalam hal bagi hasil tambang, dan dari keterangan klien saya, terhadap bagi hasil itu pelapor sudah pernah menerima, sayangnya tanpa upaya musrawarah, konfirmasi terlebih dahulu, pelapor memilih untuk melaporkan ke Kepolisian Resort Bone Bolango dengan dugaan Penipuan.
” Polres Bonbol tentu harus merespon setiap pengaduan, laporan dugaan peristiwa pidana yang diadukan, akan tetapi tidak pula harus melakukan tindakan police line, karena disana itu ada ratusan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya, dan klien kami membiayai kebutuhan para tenaga kerja,” kata Kuasa Hukum Ta Nou.
” Menurut pasal 6 ayat 1 Perpol 6/2019, penyelidikan dilakukan dengan cara Pengolahan TKP, Observasi, Interview, survaillance, under cover, tracking dan atau penelitian dan analisis dokumen. kita tidak menemukan pasal tersebut mengakomodir pemasangan police line,” ungkap Frengki.
” Sebenarnya tanpa melakukan tindakan police line, penyelidik diawal menerima laporan kan sudah disertai dengan foto copy bukti permulaan. Dari berkas yang diserahkan berupa Surat Kesepakatan Bersama tersebut Penyelidik tidak lantas melakukan tindakan Police Line akan tetapi mengarahkan kedua belah pihak untuk melakukan choice of forum (pilihan penyelesaian masalah secara non litigasi) sebagaimana isi kesepakatan tersebut,” jelas Frengki.
” Nanti kalau musyawarah tidak mencapai kata sepakat, kedua belah pihak seharusnya menguji Kesepakatan Bersama tersebut melalui Choice Of Law berupa Gugatan Keperdataan pada Pengadilan yang berwenang (kompetensi absolut),” ucap Frengki.
Justru apa yang dilakukan oleh Pihak Penyelidik ini menimbulkan tafsir berbeda yang berpotensi pada pengujian atas sah tidaknya tindakan penyelidik dalam melakukan upaya paksa berupa pemasangan police line tersebut melalui jalur praperadilan.
” Tindakan Kepolisian setempat yang melakukan penyegelan dengan memasang police line menurut saya agak berlebihan, sebab secara hukum dan SOP Kepolisian tindakan itu belum diperlukan,” keluh Frengki.
” Di lokasi camp/lubang tambang milik Klien kami tersebut, tidak ada terjadi suatu peristiwa pidana atau suatu perbuatan yang melawan hukum oleh orang-orang yang ada disana, jadi kenapa mesti di police line?,” tanya Kuasa Hukum Ta Nou.
” Sementara kita tahu bersama bahwa tindakan pemasangan police line ini ada pada pasal 32, 33 KUHAP, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 Jo PERKAP Nomor 10 tahun 2009 tentang tatacara dan persyaratan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratorium kriminalistik barang bukti, PERKAP manajemen penyidikan tindak pidana, PERKAP tentang standar operasional prosedural pelaksanaan penyidikan tindak pidana,” ungkap Frengki Uloli.
” Nah, sekarang objek hukumnya adalah Surat Kesepakatan Bersama, seharusnya itu yang diuji, dianalisa serta diberikan pendapat terlebih dahulu, sebelum tindakan lanjutnya. Saat ini klien telah sangat dirugikan, kurang lebih empat hari pekerja tidak beraktifitas, sedang klien wajib memenuhi kebutuhan mereka disana, siapa yang akan menangani, mengganti kerugian yang akan diderita klien saya itu?,” ucap Frengki.
” Sebagai Penerima Kuasa, saya tentu akan melakukan segala upaya dan tindakan hukum, koordinasi, konsultasi dengan penyidik, Kapolres, bahkan mungkin hingga ke Kapolda (itupun kalau beliau memiliki cukup waktu menerima kami diruangannya),” pungkas Frengki Uloli. (***)