LENSA.TODAY, -(KABGOR)- Kegiatan Perkemahan Antar Satuan Karya Pramuka (Peran Saka) Tingkat Nasional semestinya menjadi panggung pembinaan generasi muda dalam semangat kemandirian dan gotong royong. Namun, di balik semarak persiapan kegiatan ini, tersimpan kegelisahan mendalam terkait salah kaprah peran yang dimainkan pemerintah daerah.
Alih-alih sekadar menjadi mitra pendukung, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) justru terlibat berlebihan, seolah menjadi panitia inti.
Bahkan, dugaan informasi yang beredar menyebut anggaran daerah ikut digelontorkan untuk kebutuhan yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh Gerakan Pramuka melalui Kwartir Nasional (Kwarnas) dan Kwartir Daerah (Kwarda).
Kekhawatiran publik kian menguat setelah adanya dugaan rapat persiapan Peran Saka Nasional dilaksanakan di ruang pola kantor bupati yang nerupakan ruang resmi pemerintahan dan berpotensi menggunakan anggaran serta fasilitas daerah.

“Ini kan kegiatan internal organisasi kepemudaan. Mengapa harus rapat di ruang bupati dengan potensi pembiayaan dari APBD? Ada apa di balik ini semua?” ujar aktivis mahasiswa, Andi Taufik, dengan nada mempertanyakan. Jum’at, (12/09/2025).
Lebih jauh, muncul dugaan bahwa Sekretaris Daerah, Sugondo Makmur, bahkan ditunjuk sebagai Ketua Panitia Lokal oleh Bupati Sofyan Puhi. Jika benar, maka hal ini makin menimbulkan tanda tanya, di mana peran pengurus Pramuka tingkat kabupaten?
“Sekda ini kan Panglima ASN dikabupaten Gorontalo, kok ditunjuk sebagai ketua panitia lokal kegiatan pramuka,” ujar Andi.
Bupati Sofyan Puhi memang dikenal sebagai kader Pramuka, Namun menurut Andi, di sinilah letak persoalan utama.
“Sebagai kader Pramuka, seorang bupati mestinya paham menempatkan diri. Jabatan politik tidak boleh mencampuri mekanisme organisasi kepramukaan secara operasional,” tegasnya.
Tak hanya itu, Andi juga menyoroti keterlibatan OPD yang begitu intens, mulai dari membersihkan lokasi, menyusun rundown hingga diduga mengalokasikan anggaran, ini berisiko menyeret kegiatan Pramuka ke dalam logika proyek.
“Pramuka bukan proyek. Pramuka adalah gerakan pendidikan. Bila ini tidak dipahami, maka Peran Saka akan kehilangan ruhnya, menjadi ajang seremonial kosong dengan laporan kegiatan yang tebal tapi tanpa pembentukan karakter yang nyata,” ujar Andi.
Olehnya, Gerakan Pramuka harus kembali ke khitahmandiri, membina, dan membentuk karakter. Pemerintah daerah cukup mendukung secara proporsional, bukan menggantikan peran kwartir atau menjadikan ASN sebagai operator kegiatan.
“Bupati, meski seorang kader Pramuka, tetap harus mampu menjaga batas antara jabatan publik dan peran edukatif dalam kepramukaan. Peran Saka adalah ajang pendidikan karakter, bukan panggung politik birokrasi,” pungkas Andi. (Arb)