LENSA.TODAY, -(JAKARTA)- Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rachmat Gobel, mendesak Menteri Perdagangan Budi Santoso untuk tidak berpangku tangan dan segera mengambil langkah konkret dalam memerangi praktik impor pakaian bekas yang semakin marak di tanah air.
Menurut Gobel, Menteri Perdagangan harus mendukung langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang saat ini tengah berupaya menekan masuknya pakaian bekas impor. Ia menilai upaya tersebut penting untuk melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama di sektor konveksi rumahan yang banyak beroperasi di desa-desa.
“Mendag harus bantu Menkeu. Ini untuk melindungi UMKM di bawah, di desa, dan untuk membuka lapangan kerja di tingkat bawah,” ujar Gobel dalam keterangannya, Senin (27/10/2025).
Gobel menyoroti maraknya impor pakaian bekas selama sepuluh tahun terakhir yang telah menyebabkan banyak industri konveksi rumahan gulung tikar. Menurutnya, hal ini berdampak langsung pada hilangnya lapangan kerja di tingkat masyarakat bawah.
Karena itu, ia menilai upaya pemberantasan impor pakaian bekas tidak bisa hanya dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai. Kementerian Perdagangan juga memiliki tanggung jawab besar, mengingat regulasi terkait impor dan perdagangan berada di bawah kewenangan kementerian tersebut.
Lebih lanjut, legislator NasDem dari Daerah Pemilihan Gorontalo itu menilai bahwa praktik impor pakaian bekas bertentangan dengan Asta Cita, delapan cita-cita pembangunan nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Ia mencontohkan, dalam cita kedua yang menekankan pentingnya kemandirian bangsa melalui ekonomi kreatif dan ekonomi hijau, impor pakaian bekas justru menciptakan sampah tekstil dan membunuh kreativitas pelaku usaha lokal.
Selain itu, pada cita ketiga yang menekankan penciptaan lapangan kerja berkualitas dan pengembangan industri kreatif, impor pakaian bekas justru menghambat kewirausahaan dan mematikan sektor konveksi rakyat.
Gobel juga menyoroti cita keenam, yaitu membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Ia menegaskan, impor pakaian bekas telah mematikan industri konveksi desa dan membuat masyarakat pedesaan kehilangan sumber penghasilan.
Selain aspek ekonomi, Gobel menilai impor pakaian bekas juga berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia, peran perempuan, dan kesehatan masyarakat. Ia menjelaskan, industri konveksi rumahan banyak melibatkan perempuan sebagai tenaga kerja produktif. Dengan hancurnya sektor ini, peran perempuan dalam kegiatan ekonomi rakyat ikut tereduksi.
Dari sisi kesehatan, ia mengingatkan potensi bahaya yang dibawa pakaian bekas impor, seperti bakteri, jamur, dan virus dari negara asal yang bisa menimbulkan penyakit.
“Tubuh kita hanya immune terhadap hal-hal yang sudah dikenali. Untuk yang belum dikenali bisa menimbulkan penyakit yang berbahaya,” ujarnya.
Gobel menilai, maraknya impor pakaian bekas tidak hanya menjadi masalah ekonomi dan kesehatan, tetapi juga menyangkut martabat dan kedaulatan bangsa.
“Impor pakaian bekas besar-besaran membuat kita menjadi bangsa sampah dengan mentalitas sampah,” tegasnya.
“Bisnis pakaian bekas adalah bisnis racun mental yang merusak jiwa bangsa. Padahal jiwa bangsa adalah fokus perhatian dari Bung Karno,” pungkasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar pemerintah bersikap tegas menghentikan impor pakaian bekas demi melindungi industri dalam negeri, memberdayakan UMKM, dan menjaga martabat bangsa di kancah internasional. (Arb)








