LENSA.TODAY, -(NASIONAL)- Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, menegaskan bahwa koperasi bukan sekadar instrumen ekonomi, melainkan merupakan bagian integral dari ketahanan nasional.
Hal itu disampaikan dalam pidato penutupan Rapat Koordinasi Regional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (26/9).
Dalam forum yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah daerah dari berbagai provinsi termasuk Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bengkulu, Jambi, Lampung, Aceh, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Gorontalo, Gobel menekankan bahwa koperasi adalah “benteng ekonomi nasional” yang menjadi bagian dari upaya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terutama di tingkat desa.
“Koperasi adalah simbol nasionalisme. Ia bukan sekadar entitas ekonomi, tetapi juga bagian dari strategi menjaga kedaulatan bangsa di tengah arus liberalisasi ekonomi global,” ujar Gobel.
Rachmat Gobel mengungkapkan bahwa perhatiannya terhadap koperasi bukan hal baru. Saat masih menjabat sebagai pengurus di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, ia aktif dalam advokasi dan pembinaan koperasi.
Kini, sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Gorontalo, ia terus melanjutkan pembinaan terhadap koperasi petani dan pariwisata.
Sebagai bentuk dukungan terhadap program Presiden Prabowo Subianto, Gobel menyatakan akan membina 10 koperasi baru dalam skema Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Ia bahkan mendorong agar setiap anggota DPR dan DPD ikut membina koperasi serupa.
Jika masing-masing membina 10 koperasi, maka 10 persen dari target nasional sebanyak 80.000 koperasi sudah dapat tercapai.
Gobel juga menyinggung pentingnya peran koperasi dalam ekosistem investasi nasional. Saat pemerintah menerbitkan UU Cipta Kerja melalui skema omnibus law, ia mengingatkan agar keberadaan koperasi diperkuat agar mampu menjadi penyeimbang dari masuknya investor asing.
“Petani, nelayan, dan UMKM yang tergabung dalam koperasi merupakan kekuatan ekonomi yang nyata. Jika mereka disatukan, maka akan terbentuk kekuatan kolektif yang mampu menjaga kedaulatan ekonomi nasional,” ujarnya.
Dalam pidatonya, Gobel juga menyoroti maraknya impor produk tekstil bermotif batik dan pakaian bekas, yang menurutnya tidak hanya merugikan industri nasional, tetapi juga mengancam eksistensi warisan budaya.
“Batik bukan hanya produk industri, tapi juga cerminan intelektualitas dan kreativitas bangsa. Jika industri batik hancur, seniman batik pun akan turut lenyap. Ini ancaman serius terhadap budaya bangsa,” tegasnya.
Ia menyatakan koperasi dapat berperan aktif dalam menjaga dan memperkuat industri batik serta produk-produk lokal lainnya melalui jejaring produksi dan distribusi yang berbasis komunitas.
Terkait hal tersebut, Gobel mendorong agar Kementerian Perdagangan lebih proaktif dalam mengendalikan arus impor, khususnya produk yang bersinggungan langsung dengan UMKM desa. (***)










