LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Pemerintah Provinsi Gorontalo kembali menunjukkan betapa jauhnya mereka dari realitas kehidupan rakyat. Bagaimana tidak, anggaran sebesar Rp75 juta digelontorkan hanya untuk rehabilitasi toilet di Kantor Gubernur.
Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit, kebijakan ini bukan hanya tidak masuk akal, tapi juga mencerminkan gaya hidup birokrasi yang berjarak dengan penderitaan rakyat.
Publik patut mengapresiasi sikap Umar Karim, anggota DPRD Provinsi Gorontalo, yang dengan tegas menolak APBD karena banyaknya alokasi anggaran yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Penolakan terhadap anggaran toilet 75 juta ini bukan sekadar retorika politis, tapi wujud nyata perlawanan terhadap pemborosan anggaran yang kerap dibungkus atas nama “penataan” atau “kenyamanan kerja”.
Pertanyaannya sederhana, toilet seperti apa yang butuh biaya Rp75 juta? Apakah kursi duduknya dari marmer Italia? Apakah wastafelnya dari kristal? Atau, apakah kenyamanan elite birokrasi sekarang lebih penting daripada akses air bersih bagi warga di desa-desa?
Fakta ini hanya satu dari banyak contoh bagaimana anggaran daerah lebih condong melayani kenyamanan pejabat daripada kebutuhan dasar masyarakat.
Rakyat butuh infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, dan lapangan kerja, bukan mendengar pejabat daerah mempercantik toilet dengan harga puluhan juta.
Kita tidak sedang membicarakan proyek skala besar, kita bicara satu toilet, satu gedung, 75 juta rupiah. Di luar akal sehat. Anggaran sebesar itu jika dikelola dengan bijak bisa digunakan untuk memperbaiki lebih dari satu fasilitas publik di desa. Tapi kenyataannya, lebih penting bagi pemerintah provinsi Gorontalo untuk memperindah kamar kecilnya sendiri.
Apa yang dilakukan Umar Karim seharusnya menjadi contoh bagi wakil rakyat lainnya. Sudah waktunya para legislator berhenti menjadi stempel kebijakan Pemprov yang boros dan elitis.
Menolak APBD yang tidak berpihak pada rakyat adalah bentuk keberpihakan yang nyata, bukan sekadar omong kosong saat kampanye.
Jika toilet mewah adalah simbol kemewahan kekuasaan, maka penolakan terhadap anggaran ini adalah simbol keberanian melawan ketidakadilan. (Arb)