Penulis : Jojo Rumampuk
LENSA.TODAY, -(TAJUK)- Di tengah-tengah gemerlapnya dunia pendidikan tinggi, ada realitas yang terkadang tidak selalu terlihat secara terang-benderang: predator kaum hawa. Meskipun perguruan tinggi adalah tempat untuk belajar, berkembang, dan menciptakan peluang, namun tidak selalu menjadi tempat yang aman bagi perempuan.
Predator kaum hawa di perguruan tinggi bisa berwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari pelecehan seksual, pelecehan verbal, hingga diskriminasi gender yang lebih terselubung. Mereka sering kali memanfaatkan posisi atau kekuatan mereka untuk menekan, memanipulasi, atau bahkan mengeksploitasi perempuan yang berada di sekitar mereka.
Yang lebih mengejutkan lagi, Predator Kaum Hawa diduga muncul disebuah Perguruan Tinggi Agama yang ada di Provinsi Gorontalo. dimana beberapa waktu lalu, kita disuguhkan oleh sebuah peristiwa tentang adanya dugaan pelecehan seksual dan pelecehan verbal yang dilakukan oleh salah satu oknum pejabat Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Gorontalo.
Perguruan tinggi Islam seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi semua, baik Dosen, Tenaga Pendidik dan mahasiswi. Tetapi kenyataannya saat ini berbeda, dimana terdapat 12 Perempuan yang telah mengalami 30 kali kejahatan seksual dan mungkin harus berjuang melawan stereotip, prasangka, dan perilaku tidak pantas dari salah satu oknum Pejabat yang ada di Universitas Nahdlatul Ulama Gorntalo.
Hal tersebut terungkap ketika Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo melaporkan kepada Ketua BP2UNUGO atas adanya dugaan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Oknum Pejabat UNUGO pada 1 April 2024 kepada beberapa 12 perempuan yang terdiri dari Dosen dan Tenaga Kependidikan dilingkungan Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo
Dimana oknum pejabat tersebut dilaporkan karena dianggap melakukan sebuah tindakan yang melanggar beberapa aturan:
Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) point a,c,d,I dan l. Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi;
Pasal 5 dan 6 Undang-undang nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait. berdasarkan hal tersebut, para korban dan pengurus Satgas PPKS Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo meminta tindakan tegas dari BP2UNUGO mengambil sebuah keputusan tegas demi menjaga reputasi institusi perguruan tinggi islam yang ditakutkan akan berdampak pada kehidupan akademik.
Apa Yang Terjadi jika sebuah perguruan tinggi Islam membiarkan adanya predator kaum hawa di lingkungannya ?
Kerusakan Moral dan Etika.
Dibiarkannya predator kaum hawa beroperasi dalam lingkungan perguruan tinggi Islam akan merusak moral dan etika yang menjadi dasar dari ajaran agama. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang menghargai martabat dan keadilan bagi semua individu.
Keselamatan dan Kesejahteraan Kaum Hawa
Kehadiran predator kaum hawa akan mengancam keselamatan dan kesejahteraan para kaum hawa. Mereka akan hidup dalam ketakutan dan mungkin merasa tidak aman di lingkungan akademik yang seharusnya menjadi tempat untuk belajar dan berkembang.
Gangguan pada Proses Pembelajaran
Dosen, Tenaga Pendidik dan Mahasiswi yang menjadi korban predator kaum hawa akan mengalami gangguan emosional yang dapat mengganggu proses pembelajaran mereka. Ini dapat menyebabkan penurunan kinerja akademik dan merugikan perkembangan mereka sebagai individu.
Kehilangan Kepercayaan Masyarakat
Kegagalan institusi dalam menangani kasus predator kaum hawa akan menyebabkan kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Ini dapat berdampak negatif pada reputasi perguruan tinggi dan mengurangi minat calon mahasiswa serta dukungan dari masyarakat luas.
Pembentukan Budaya yang Tidak Sehat
Dibiarkannya predator kaum hawa akan membentuk budaya yang tidak sehat di perguruan tinggi Islam. Hal ini dapat memperkuat ketidaksetaraan gender dan merusak hubungan antara mahasiswa serta antara mahasiswa dan staf/dosen.
Potensi Hukuman Hukum dan Sosial
Selain konsekuensi internal di dalam lingkungan perguruan tinggi, institusi yang membiarkan predator kaum hawa beroperasi juga berisiko menghadapi tindakan hukum dan sosial. Mereka dapat terkena tuntutan hukum, sanksi pemerintah, serta kecaman luas dari masyarakat dan organisasi hak asasi manusia.
Namun, bukan berarti harus pasif atau menyerah pada keadaan ini. Semakin banyak yang berbicara dan melawan, semakin kuat komunitas perempuan dalam membangun lingkungan yang lebih aman dan inklusif di perguruan tinggi. Dengan meningkatkan kesadaran, memperkuat kebijakan perlindungan, dan memberdayakan perempuan untuk berbicara dan bertindak, kita dapat bersama-sama mengubah budaya perguruan tinggi menjadi tempat yang lebih adil dan setara bagi semua orang.
Penting untuk mengakui bahwa masalah predator kaum hawa bukan hanya tanggung jawab perempuan untuk menyelesaikannya. namun menjadi tanggung jawab besar dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Gorontalo untuk segera mengambil kebuah kebijakan dan mengambil tindakan konkret untuk menjaga nama baik lembaga. Bersambung… (***)
Selanjutnya, Siapa Sang Predator 12 Kaum Hawa Di Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo ?