LENSA.TODAY, -(OPINI)- Kasus dugaan gratifikasi yang diduga melibatkan Direktur Non Aktif RS MM Dunda Limboto terus menyita perhatian publik.
Sorotan kian tajam setelah munculnya unggahan dari seorang perempuan yang sebelumnya disebut oleh sang direktur hanya sebagai kolega bisnis sapi. Namun unggahan tersebut justru menyebut hal berbeda. perempuan itu secara terbuka menuliskan caption “Alhamdulillah Pembangun RS Walaupun banyak drama tapi lancar… Kisah Kontraktor” sambil mengunggah dokumentasi bersama pegawai rumah sakit MM Dunda Limboto.
Dalam sekejap, pernyataan sang direktur tentang “kolega bisnis sapi” kehilangan kredibilitas. Unggahan itu memperkuat dugaan bahwa perempuan tersebut bukan sekadar kenalan biasa, melainkan pelaksana proyek yang dibiayai oleh dana publik.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana proyek itu bisa didapatkan? Apakah melalui jalur resmi, atau ada peran tersembunyi sang direktur di balik layar?
Kecurigaan itu semakin tajam setelah beredar isi percakapan WhatsApp yang diduga antara sang direktur dan perempuan tersebut. Dalam chat yang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan media, terdapat kalimat-kalimat yang mengarah pada indikasi gratifikasi terselubung.
Meski belum dikonfirmasi secara resmi oleh aparat penegak hukum, isi percakapan ini memperkuat dugaan bahwa proyek yang dijalankan oleh perempuan tersebut bukan sekadar kebetulan. Jika benar, maka relasi personal mereka bukan hanya menjadi latar belakang kedekatan emosional, tetapi juga sarana gratifikasi dalam proyek pemerintahan.
Unggahan perempuan itu dan isi chat yang bocor ke publik kini menjadi bukti sosial yang mengguncang narasi resmi. Bukan tidak mungkin, keduanya akan menjadi bagian penting dalam proses investigasi yang tengah berjalan.
Apakah perempuan itu benar-benar memenangkan proyek melalui lelang terbuka? Apakah chat tersebut autentik dan relevan dengan proyek RS MM Dunda Limboto? Semua pertanyaan ini hanya bisa dijawab melalui proses penyelidikan yang transparan.
Namun satu hal jelas bahwa bukti digital tidak bisa disangkal dengan alibi sederhana. Ketika proyek publik disentuh oleh relasi personal dan komunikasi di balik layar, maka kepercayaan masyarakat ikut dipertaruhkan.
Kasus ini bukan hanya tentang gratifikasi, tapi juga tentang integritas dan akuntabilitas pejabat publik dalam mengelola uang negara. Dan dalam dunia yang semakin terbuka, jejak digital bisa lebih lantang bicara daripada klarifikasi di atas podium. (Arb)