LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Aktivitas sebuah perusahaan yang menanam tebu di kawasan bantaran sungai wilayah Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, menuai protes dari warga sekitar. Warga menilai kegiatan tersebut berpotensi merusak lingkungan dan meningkatkan risiko banjir di daerah mereka.
Salah seorang aktivis pemuda Boliyohuto, Gunawan, SH, mengatakan bahwa penanaman tebu di kawasan bantaran sungai pada dasarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Menurutnya, bantaran sungai atau sempadan sungai merupakan kawasan lindung yang memiliki fungsi ekologis penting dan pemanfaatannya sangat dibatasi.
“Penanaman tebu di bantaran sungai berpotensi memicu banjir dan merusak lingkungan di sekitar aliran sungai,” ujar Gunawan.
Dari pantauan lapangan, area bantaran sungai yang sebelumnya ditumbuhi vegetasi alami seperti bambu dan rumput liar kini telah dibersihkan dan dijadikan lahan perkebunan tebu milik perusahaan. Warga khawatir perubahan fungsi kawasan tersebut akan memperparah banjir yang kerap terjadi setiap musim hujan.
“Sebelum ada tebu, air sungai masih bisa ditahan. Sekarang sedikit hujan saja, air cepat meluap ke jalan dan sawah,” keluh seorang warga.
Aktivis lingkungan juga menyoroti bahwa bantaran sungai seharusnya berfungsi sebagai area hijau penyangga yang menahan erosi, menyerap air hujan, dan menjaga stabilitas tebing sungai. Ketika kawasan tersebut diubah menjadi perkebunan, fungsi ekologisnya hilang sehingga debit air meningkat dan sungai cepat mengalami pendangkalan.
“Tanaman tebu akarnya dangkal, tidak sekuat bambu atau vegetasi alami di sempadan sungai. Ini berbahaya, apalagi kalau dilakukan secara masif oleh perusahaan,” jelas salah satu aktivis lingkungan di Gorontalo.
Selain berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, aktivitas perusahaan tersebut juga diduga melanggar ketentuan hukum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, kawasan sempadan sungai merupakan wilayah lindung yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan budidaya, apalagi dalam skala besar.
Masyarakat dan pemerhati lingkungan meminta pemerintah daerah segera turun tangan untuk melakukan pengawasan dan penertiban terhadap aktivitas perusahaan itu.
“Kalau dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi masyarakat di sekitar sungai juga akan menjadi korban banjir,” pungkas Gunawan. (Rh)








