LENSA.TODAY, -(KABGOR)- Dugaan kekosongan obat yang sering dikeluhkan oleh pasien Rumah Sakit MM. Dunda Limboto terjawab sudah. Pasalnya dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Gorontalo menjelaskan bahwa RS. MM. Dunda Belum Menatausahakan Persediaan Obat dan BMHP dengan Tertib.
Dalam dokumen LHP BPK menjelaskan bahwa Neraca per 31 Desember 2022 audited menyajikan saldo persediaan sebesar Rp. 16.043 .328.136,34. Saldo persediaan tersebut diantaranya merupakan saldo persediaan obat-obatan dan barang medis habis pakai (BMHP) sebesar Rp. 12.101.719.058,54.
Hasil pemeriksaan terhadap pengelolaan persediaan pada RSUD Dr.M.M Dunda menunjukkan bahwa terdapat 38 jenis persediaan obat-obatan dan BMHP hasil pengadaan TA 2022 senilai Rp 1.351.468.335,08 berpotensi kedaluwarsa dalam waktu kurang dari 24 bulan.
Terkait hal tersebut, dalam dokumen laporan hasil pemeriksaan BPK bahwa sesuai peraturan mentri kesehatan No. 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian menjelaskan bahwa rumah sakit harus menyusun kebijakan terkait managemen obat yang efektif dan harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya setahun sekali.
Semestinya dalam melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian rumah sakit harus melakukan kegiatan administrasi berupa pencatatan dan pelaporan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai.
Sebagaimana hasil pemeriksaan secara uji petik pada Rumah Sakit MM. Dunda menunjukan pengelolaan obat-obatan dan BMHP belum memadai dengan permasalahan sebagai berikut :
1. Selama tahun 2022 unit-unit farmasi RSUD MM. Dunda (Farmasi 1, farmasi 2 UGD, IBS) tidak melakukan rekap mutasi keluar masuk obatfan BMHP pada kartu persedian.
2. Nilai persedian yanh dilaporkan per 31 desember 2022 pada unit farmasi 1 dan farmasi 2 tidak dapat diyakini kebenarannya.
3. BPK tidak dapat melakukan pengujian terhadap nilai saldo persediaan obat dan BMHP yang dilaporkan per 31 Desember 2022 pada unit Farmasi I dan Farmasi 2 RSUD Dr. MM Dunda dikarenakan penanggungjawab pada masing-masing unit tersebut tidak memiliki rekapan jumlah obat yang keluar pada tahun 2023. sampai dengan pemeriksaan berakhir, masing-masing penanggungjawab unit tidak dapat menyampaikan seluruh bukti keluar obat-obatan dan BMHP pada tahun 2023 sehingga tidak dapat dihitung mundur hingga diperoleh saldo per 31 Desember 2022. Olehnya, persediaan obat-obatan pada unit Farmasi 1 dan Farmasi 2 senilai Rp. 595.125.291,53 tidak dapat diuji.
Hasil pemeriksaan atas dokumen penerimaan obat selama TA 2022, berupa surat jalan pengantaran barang dan catatan persediaan obat-obatan dan BMHP, serta pemeriksaan fisik secara uji petik atas Obat dan BMHP, menunjukkan bahwa sebanyak 38 jenis persediaan obat-obatan dan BMHP dari delapan penyedia memiliki batas kedaluwarsa kurang dari 24 bulan sejak tanggal diterima dan fisiknya masih tersimpan.
Berdasarkan permintaan keterangan pada tanggal 06 April 2023, Tim Pemeriksa Barang TA 2022 menjelaskan bahwa pemeriksaan mutu obat berdasarkan kondisi fisik barang dan masa kedaluwarsa, namun ketua tim pemeriksa barang menganggap bahwa masa kedaluwarsa kurang dari 24 bulan tidak dianggap sebagai cacat mutu sehingga tetap diterima.
Dalam dokumen LHP BPK, Konfirmasi kepada penyedia obat-obatan dan BMHP yang menyediakan obat dan BMHP kurang dari 24 bulan, mengakui bahwa penyedia tidak dapat memenuhi kondisi masa kedaluwarsa obat lebih dari 24 bulan. Hal ini karena keterbatasan stok obat yang dimiliki oleh penyedia sebagai akibat lamanya masa pengiriman obat dari produsen obat.
Bahkan penyedia telah berupaya untuk menginformasikan secara lisan kepada pihak terkait tentang obat-obatan dan BMHP yang kedaluwarsa kurang dari 24 bulan tersebut sebelum dilakukan pengiriman. (Arb)