LENSA.TODAY –(GORONTALO)– Pengadilan Negeri Gorontalo menggelar sidang pembacaan pledoi terdakwa Ismail N. Djafar mantan Kepala Desa Bongohulawa, Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, Rabu, (25/05/2022).
Penasihat Hukum terdakwa dalam pledoinya memohon agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya kepada terdakwa atau membebaskan terdakwa.
Dalam pledoinya, penasehat hukum menjelaskan bahwa dalam hal pengelolaan keuangan desa pemerintah telah menegaskan pada pasal 29 Permendagri 20/2018 tentang pengelolaan keuangan desa meliputi Perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung jawaban.
Dengan demikian lanjutnya, bila melihat fakta persidangan dan majelis hakim memiliki keyakinan adanya perbuatan melawan hukum berupa penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana, maka terdapat fakta hukum yang saling berikaitan satu dengan yang lainnya.
“Tindak Pidana Korupsi tidak terjadi oleh karena perbuatan Ismail Djafar seorang akan tetapi dilakukan bersama-sama dengan Saksi Yunus Sunati selaku sekretaris Desa dengan sengaja tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, Saksi Sahria Usman selaku Bendahara Desa 2016-2017 yang tidak melakukan penyetoran tagihan pajak sebesar Rp. 90.464.950 (sembilan puluh juta empat ratus enam puluh empat ribu sembilan ratus lima puluh ribu rupiah), Serta Saksi Fatma J. Muko selaku Bendahara desa 2018-2020 yang tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan perundang-undangan dalam hal penatausahaan pengelolaan keuangan desa”, jelas Frengki Uloli
Selain itu juga, tidak terdapat kesesuaian keterangan saksi yang secara substansi mengakibatkan terang benderangnya perkara yang di dakwakan antara saksi aparat desa dengan saksi pemilik toko.
“Terkait Penuntut umum tidak pernah mengajukan alat bukti surat yang menunjukkan konkrit kerugian keuangan negara, melainkan hanya keterangan ahli yang berlatar belakang Teknik Sipil tidak memberikan penegasan konkrit apakah selisih lebih bayar atau telah dalam cakupan kerugian keuangan negara,” ungkapnya.
“Seharusnya dalam perkara ini dilakukan pemeriksaan setempat agar majelis hakim tidak terjebak dengan narasi analogis yang dibangun oleh Penuntut Umum”, imbuhnya
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Saksi Sahria Usman, Saksi Yunus Sunati, Saksi Fatma J. Muko, yang mengakibatkan adanya selisih bayar akan tetapi justru dibebankan sebagai perbuatan terdakwa,” lanjutnya.
Ada beberapa nama yang menikmati Dandes ini, dan tidak mengembalikannya, salah satynya ada nama mantan Camat Bongumeme.
“Bahkan yang lebih parahnya, dalam perkara ini terdapat pula Nama Rahman Lasena, Mohamad T. Ase yang menikmati dana desa tapi tidak mengembalikan. Begitu juga dengan Anggota BPD yang berangkat mengikuti pelatihan tapi sekembalinya tidak membuat laporan realisasi perjalanan dinas,” ungkapnya.
Lebih lanjut Afrizal mengatakan, dengan hal tersebut mengakibatkan ketidakjelasan penerapan pasal 18 UUPTPK, sedangkan Tuntutan Penuntut Umum menerapkan pasal 18, dalam hal penuntut umum tidak menjelaskan secara rinci harta benda mana milik terdakwa yang bisa disita dan telah ditaksasi sehingga dapat dikualifikasi cukup atau tidak cukup untuk dirampas dalam rangka mengganti kerugian keuangan negara.
“Olehnya, kami sebagai kuasa hukum terdakwa mengharapkan Perlu ada konsistensi Majelis Hakim dalam menentukan/mendeclire kerugian keuangan negara melalui mekanisme menghitung sendiri dengan memperhatikan alat bukti bukan barang bukti, karena Majelis Hakim tidak pernah membuka barang bukti tersebut untuk dipelajari, melainkan hanya ditunjukkan oleh Penuntut Umum sedangkan dalam menjatuhkan pidana harus didasarkan pada alat bukti yang cukup bukan barang bukti,” tandasnya.
Ditempat yang berbeda, jaksa penuntut umum Syamsul menagatakan, tetap pada tuntutan yang telah dibacakan pada sidang sebelumnya.
“Jadi kita sudah mendengarkan nota pembelaan di depan persidangan, dan tanggapan kita secara lisan disampaikan, tetap pada tuntutan kita sebelumnya”, pungkas Syamsul Arifin,SH. (Arb)