LENSA.TODAY, (HUKUM) – Sidang dugaan korupsi dana desa (Dandes) 500 juta rupiah, oleh mantan Kepala Desa (Kades) Bongohulawa, Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo, Ismail N. Jafar (44) kembali digulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Gorontalo, Rabu (25/5/2022).
Sidang berangedakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dimulai, Ismail yang mengenakan kemaja putih dengan peci hitam duduk di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Dwi Hartmodjo untuk mengajukan pembelaan.
Pembelaan ini dibacakan kuasa hukum terdakwa, Frengki Uloli. Dalam materi pledoi itu, Frengki berharap majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan. Ia menilai dakwaan terhadap Ismail tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

“Tindak Pidana Korupsi tidak terjadi oleh karena perbuatan Ismail Djafar,” ungkap Frengki saat membacakan Pledoi.
Sidang berangedakan pembacaan nota pembelaan (pledoi) selesai pukul 17:30, suasana yang berlangsung teggang berubah menjadi hening, hanya suara tangis yang terdengar.
Diiringi suara tangis, sesekali terdengar kata “insah allah torang bisa ini (harapan akan ada perubahan pada hasil tuntutat).”

Sebagai sosok yang sudah berjasa bagi masyarakat yang ada di Desa Bongohulawa, Ismail dinilai sebagai sosok ayah untuk masyarakatnya, ia mampu merasa apa yang dirasakan rakyatnya.
“Saya berdoa akan allah tunjukan siapa yang benar dan siapa yang salah,” ungkap Warni Nake (50) sambil bersandar di tiang dinding kantor PN Tipikor Gorontalo.
“Mohon hakim bebaskan ‘ayah’ kami” pintahnya dengan suara lirih.
Mobil tahan kejaksaan pun datang menjemput Ismail, tangis semakin jelas terdengar suasana sedih semakin larut terlihat, sosok pelita itu telah dipanggil lagi oleh mereka yang diamanatkan negara dalam menjalankan kebenaran.
“Hanya dia pemimpin di desa kami yang bisa merasakan apa yang dirasakan rakyatnya, dia tidak korupsi, dia tidak memperkaya dirinya. Dia yang membebaskan kami dari kesusahan saat ini,” ungkap Karim Apantu (44) Warga Desa Bongohulawa, Kecamatan Bongumeme.
Mobil tahanan pergi, kali ini mobil itu membawa seoarang pelita untuk rakyat Desa Bongohulawa, rakyat yang datang pun satu persatu pergi ke kampung halaman, namun mereka masih membawa kabar yang masih sama dengan sebelumnya yaitu kesedihan. (Khalid)