Penulis : Rinto Nurkamiden Napu, S.Pd.MH
LENSA.TODAY, -(PEMILU)- Di Tahun 2024 Rakyat Indonesia akan melaksanakan Pesta Demokrasi yakni Pemilihan Umum 2024 yang dilaksanakan secara Serentak di Tahun yang sama yakni memilih DPR, DPRD,DPD,Presiden dan Wakil Presiden dan Pilkada.
Pemilu adalah Sarana Kedaulatan Rakyat untuk memilih wakil Wakil Rakyat dan Pemimpin Pemimpin di masa akan datang.
Dalam demokrasi, pemilu adalah pesta musiman rakyat untuk penentuan menghasilkan para pemimpin yang amanah,yang bekerja untuk Masyarakat dan tunduk patuh pada kepentingan bangsa dan Negara. Sehingganya dalam pelaksanaan pemillu harus dilaksanakan secara demokratis yakni peserta pemilu yang taat Aturan, Pemilih cerdas dan partisipatif, dan penyelenggara berintegritas.
Melihat kondisi pesta demokratis,, sering kali masyarakat terhipnotis dan terprovokasi dengan isu isu dengan (Doi Paralu) atau Money Politic sapa yang ada uang bisa memenangkan suatu Kontestasi atau lebih disingkat Duitokrasi.
Dalam duitokrasi, pemilu adalah pesta segelintir para elit elit yang tentu memiliki modal besar.
Dalam demokrasi Pemilu adalah pilihan rakyat dalam Duitokrasi Pemilu adalah pilihan Duit. Kalau seperti ini Mindset dalam pemilu maka arah bernegara kita adalah menuju negara gagal dalam demokrasi, Dimana demokrasi telah dibajak dan dibunuh oleh duitokrasi. Dimana politik curang dan politik uang dijadikan mantera mantera dan didewa-dewakan sebagai kebiasaan dan keniscayaan yang tak masalah dilakukan. Dalam duitokrasi, rakyat tidak berdaulat, dan hanya disuguhi tontonan seperti kejadian kejadian yang tidak baik dalam Demokrasi sehingga berdampak tidak baik pada pemikiran Masyarakat.
Demokrasi adalah saat kedaulatan ada di tangan rakyat, dan negara hukum dijunjung tinggi. Duitokrasi adalah saat kedaulatan dibajak oleh kekuatan duit, dan negara hukum direndahkan hanya menjadi komoditas transaksi jual-beli yang diperdagangkan.
Persepsi Politik Uang Atau Money Politik
Politik uang atau politik perut (bahasa Inggris: Money politic) adalah bentuk pemberian atau janji menyogok seseorang supaya orang tersebut pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik biasa bermain menjelang hari atau mendekati hari H pemilihan umum atau lebih di Kenal Serangan Fajar.
Sehingga nya Politik uang tantangan utama dalam penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024.dan menjadi perhatian dari berbagai pihak terutama penyelenggara pemilu untuk mencegah dan mengantisipasi atau lebih memaksimalkan strategi pencegahan.
Adapun Strategi yang dilakukan menurut Hemat Saya : Sosialisasi, Pengawasan, dan Penegakan Hukum. Sosialisasi dalam hal menyampaikan,menyadarkan dan memberikan Edukasi Politik, Pengawasan melibatkan dan bekerjasama semua elemen masyarakat yakni Organisasi Masyarakat dan OKP OKP untuk mengontrol dan mengawasi pelaksanaan Pemilu. Dan Penegakan hukum dalam menjalankan semua aturan main dalam hal penegakan pelanggaran dengan secara tegas sehingga akan menjadi pembelajaran bagi mereke peserta Pemilu yang selalu melakukan tindakan Money Politic.
Regulasi mengatur Politik Uang
Dalam Regulasi Undang undang No. 7 Tahun 2017 Pemiihan Umum dalam mengatur tindak Pidana Politik Uang dalam pasal 523 Ayat pasal (1) yakni Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Ayat (2) berbunyi : Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah). Selanjutnya Ayat (3) berbunyi : Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Berdasarkan pasal tersebut di atas terutama pasal 523 Ayat (1) dan Ayat (2) terlihat secara jelas kelemahan pengaturan ketentuan larangan politik uang yakni yang hanya membatasi pada tiga subyek hukum yakni pelaksana, peserta dan tim kampanye pada masa kampanye dan hari tenang.
Sementara PKPU No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum Pasal 1 Ayat (22) diuraikan definisi terkait pelaksana kampanye adalah pihak-pihak yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk melakukan kegiatan kampanye. Sementara definisi tim kampanye Pasal 1 Ayat (23) adalah tim yang dibentuk oleh Pasangan Calon bersama-sama dengan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan Pasangan Calon, yang didaftarkan ke KPU dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye.
Dengan adanya regulasi ini semoga menjadi perhatian dalam hal Hukum dan Pengawasan dan dapat menyadarkan Politik dan peserta Pemilu untuk lebih mendengapan regulasi ketimbang ambisi Duitokrasi dan melupakan Demokrasi. Semoga Pemilu 2024 menghasilkan Pemilu yang sukses bermartabat dan Demokratis.