LENSA.TODAY, -(POLITIK)- Saipul Mbuinga, sebagai salah satu kandidat kuat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pohuwato, berada di persimpangan yang krusial dalam menentukan siapa yang akan mendampinginya sebagai calon wakil bupati.
Keputusan ini bukan hanya sekadar penunjukan figur, tetapi mencerminkan visi dan misi yang ingin diwujudkannya untuk kemajuan Pohuwato. Oleh karena itu, harapan besar tertuju pada Saipul Mbuinga untuk bersikap mandiri dalam proses penentuan pendampingnya.
Pertama, kemandirian dalam menentukan calon wakil bupati akan menunjukkan bahwa Saipul Mbuinga memiliki kontrol penuh atas visi dan strateginya untuk Pohuwato. Dengan memilih sendiri pendamping yang sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan politiknya, Saipul dapat memastikan adanya sinergi dan harmonisasi dalam kepemimpinan mereka kelak. Ini sangat penting agar program-program pembangunan dapat berjalan lancar tanpa adanya friksi atau perbedaan visi yang signifikan.
Kedua, kemandirian ini juga akan mencerminkan integritas dan keberanian Saipul dalam menghadapi tekanan dari berbagai pihak, baik dari partai politik, kelompok kepentingan, maupun tokoh-tokoh berpengaruh lainnya.
Dalam konteks politik lokal, seringkali ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk memaksakan kepentingan mereka dengan mendorong kandidat tertentu sebagai wakil. Jika Saipul mampu menunjukkan bahwa ia tidak tunduk pada tekanan-tekanan semacam itu, hal ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya.
Selain itu, dengan bersikap mandiri, Saipul dapat memilih pendamping yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi, serta mampu melengkapi kekuatan yang sudah dimilikinya. Pemilihan pendamping yang tepat bukan hanya soal popularitas, tetapi juga tentang kemampuan untuk bersama-sama membangun Pohuwato yang lebih baik.
Saipul harus memastikan bahwa wakil yang dipilihnya mampu bekerja sama dengan baik dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan publik.
Keputusan ini juga harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat Pohuwato. Melibatkan masyarakat dalam proses ini, misalnya melalui konsultasi publik atau forum diskusi, bisa menjadi langkah positif untuk memastikan bahwa pilihan yang diambil mencerminkan kehendak rakyat. Ini akan menunjukkan bahwa Saipul mendengarkan suara masyarakat dan berkomitmen untuk membangun pemerintahan yang partisipatif dan inklusif.
Di sisi lain, masyarakat juga perlu mendukung dan memberikan ruang bagi Saipul Mbuinga untuk menentukan pilihannya secara mandiri. Kepercayaan publik bahwa Saipul akan membuat keputusan terbaik untuk kepentingan bersama akan sangat membantu dalam memperkuat legitimasi pasangan calon yang dipilihnya.
Sementara itu, disisi lain. Kontroversi antara Nasir Giasi dan Iwan Adam, yang merupakan dua tokoh berpengaruh dan pimpinan Partai di Pohuwato, telah menjadi sorotan utama dalam dinamika politik daerah.
Luka lama yang belum sembuh tampaknya terus mempengaruhi hubungan mereka, menciptakan ketegangan yang berdampak pada suasana politik setempat. Saran agar mereka bertarung di Pilkada Pohuwato tahun 2029 nanti, hal ini tentu demi menjaga harga diri dan mengakhiri perselisihan ini layak dipertimbangkan secara mendalam.
Nasir Giasi dan Iwan Adam, masing-masing dengan pendukung setianya, memiliki peran signifikan dalam membentuk arah politik dan pembangunan Pohuwato. Namun, konflik yang berkepanjangan dapat merusak tatanan politik dan menghambat kemajuan daerah. Oleh karena itu, menemukan solusi yang dapat menyeimbangkan harga diri kedua pihak sekaligus memajukan kepentingan bersama sangatlah penting.
Pertarungan di Pilkada 2029 nanti bisa menjadi ajang untuk menyelesaikan perbedaan dengan cara yang demokratis dan adil. Kompetisi politik yang sehat memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang dianggap paling mampu membawa perubahan positif. Melalui proses ini, baik Nasir maupun Iwan memiliki kesempatan untuk membuktikan kapabilitas mereka, bukan hanya kepada pendukung setia, tetapi juga kepada seluruh masyarakat Pohuwato.
Namun, penting untuk memastikan bahwa kompetisi ini dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan sportivitas. Pertarungan politik seharusnya tidak menjadi ajang untuk memperuncing perpecahan atau membangkitkan luka lama.
Sebaliknya, ini harus menjadi kesempatan untuk memperlihatkan visi, program, dan komitmen masing-masing kandidat terhadap kemajuan Pohuwato. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai secara objektif dan memilih berdasarkan kapabilitas dan integritas, bukan sekadar berdasarkan loyalitas emosional atau sejarah konflik.
Selain itu, kedua tokoh harus menunjukkan kedewasaan politik dengan bersedia membuka ruang dialog dan rekonsiliasi. Pertarungan di Pilkada 2029 bisa menjadi momentum untuk menutup bab lama dengan cara yang konstruktif.
Sebelum bertarung di Pilkada, penting bagi Nasir dan Iwan untuk berdialog, mencari titik temu, dan mungkin menyepakati beberapa prinsip dasar yang akan mereka pegang dalam kompetisi nanti. Ini akan membantu mengurangi tensi dan memastikan bahwa pemilu berlangsung dalam suasana yang kondusif dan damai.
Masyarakat Pohuwato juga memegang peran penting dalam mengawal proses ini. Dukungan publik terhadap proses demokrasi yang sehat akan membantu menciptakan iklim politik yang lebih baik. Masyarakat harus didorong untuk terlibat aktif dalam diskusi politik, memahami visi dan program masing-masing kandidat, serta memilih berdasarkan pertimbangan yang matang demi kemajuan daerah.
Di sisi lain, penting juga untuk mempertimbangkan apakah ada alternatif lain yang lebih konstruktif selain pertarungan langsung di Pilkada. Rekonsiliasi dan kolaborasi mungkin bisa menjadi jalan keluar yang lebih baik jika kedua tokoh bersedia menurunkan ego masing-masing demi kepentingan yang lebih besar. Membangun sinergi antara Nasir dan Iwan bisa membawa dampak yang lebih positif dan mempercepat pembangunan di Pohuwato.
Pilihan untuk bertarung di Pilkada 2029 atau mencari jalan tengah lainnya harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi Pohuwato. Kontroversi antara Nasir Giasi dan Iwan Adam, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi pemicu perubahan positif.
Akhirnya, Pilkada Pohuwato adalah momentum penting untuk menentukan arah pembangunan daerah ke depan.
Biarkan Saipul Mbuinga mandiri dalam menentukan siapa yang akan mendapinginya, kesempatan agar Ketua DPC Gerindra Pohuwato untuk memiliki wakil yang benar-benar berkomitmen terhadap kemajuan daerah bukan wakil yang berkontroversial. (***)