LENSA.TODAY, -(GORONTALO-) Pernyataan Kuasa Hukum Bupati Hamim Pou dalam perkara Bantuan Sosial (Bansos) Bone Bolango pada gugatan Praperadilan Nomor 3/Pid.Praperadilan/2018/PN Gorontalo mendapat tanggapan dari kuasa hukum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Masyarakat Peduli Rakyat (Jamper) Provinsi Gorontalo, Rommy Pakaya, SH.
Sebagaimana dilansir dari Butota.id, Rommy Pakaya menjelaskan bahwa memang benar Mahkamah Agung tidak pernah menerbitkan Putusan yang menyatakan batal SP3 atas Hamim Pou, yang benar adalah putusan Pengadilan Negeri Gorontalo yang membatalkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi kepada Hamim Pou.
“Kenapa dibatalkan, karena pada Putusan Nomor 54K/Pid.Sus/2017 untuk terpidana Slamet Wiyardi maupun Putusan Nomor 59K/Pid.Sus/2017 untuk terpidana Yuldiawati Kadir dalam perkara yang sama, majelis hakim agung menyatakan kedua terpidana tersebut bersalah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara,” jelasnya.
Lanjut Rommy, dalam putusan praperadilan sebelumnya Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo menolak gugatan praperadilan oleh LSM Jamper dengan pertimbangan menunggu putusan Judex Juris (Mahkamah Agung) apabila judex juris sependapat dengan judex faktie (Pengadilan Negeri) atau memperbaiki putusan pengadilan negeri.
“Dalam putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 9 dan 10/Pid.Sus-TPK/2016 kedua terpidana tersebut dibebaskan oleh majelis hakim, sehingga Penuntut Umum mengajukan Kasasi, dan ternyata Judex Juris membatalkan putusan pengadilan negeri tersebut dan menghukum keduanya. Dan sampai dengan saat ini keduanya telah menjalani proses Pembinaan melalui Lembaga Pemasyarakatan,” lanjut Rommy.
Rommy mengatakan, seiring perjalanan waktu, salah satu terpidana Yuldiawati Kadir mengajukan upaya Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung tersebut dengan menghadirkan bukti baru (Novum). Akan tetapi Majelis hakim agung yang diketuai Dr. H.M. Syarifuddin, SH, MH justru berpendapat lain atas novum tersebut sebagaimana dikutip dalam pertimbangan putusan Nomor : 224 PK/Pid.Sus/2018 halaman 119 sebagai berikut.
“Bahwa alasan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana mengenai adanya novum yang diberi tanda PK-1 sampai dengan PK-9 serta kesaksian dari Saksi Jusni Bolilio, S.Sos., bukan merupakan novum yang bersifat menentukan sebab bukti-bukti tersebut tidak memberikan adanya fakta maupun keadaan baru yang mempengaruhi pertanggungjawaban Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dan atas dasar pertimbangan hukum tersebut selanjutnya majelis hakim agung telah mengadili dengan amar menolak permohonan peninjauan kembali tersebut,” katanya.
Terkait dengan adanya Putusan komisi yudisial terhadap Hakim yang memutus perkara tersebut, perlu adanya klarifikasi juga dari Pengadilan Negeri Gorontalo apakah benar Pak Erwinson Nababan dijatuhi sanksi berat karena memutus praperadilan yang dimohonkan oleh kami selaku kuasa hukum Jamper saat itu.
Kemudian juga harus diklarifikasi terbuka oleh pegadilan adalah apakah benar Putusan Komisi Yudisial tersebut juga membatalkan putusan Praperadilan yang oleh pak Duke Arie dianggap non eksekuitable.
“Harus dibuat terang apakah ketua pengadilan telah mengeluarkan surat penetapan yang menyatakan bahwa putusan Praperadilan yang kami mohonkan tersebut dinyatakan non eksekuitabel. Agar ini bisa menjadi pengetahuan hukum bagi kami, bisa mencerdaskan kami bahwa ternyata putusan praperadilanpun dapat dinyatakan non eksekuitabel,” terangnya.
Sementara itu Zainudin Hasiru selaku Ketua LSM Jamper menjelaskan justru baik apa yang disampaikan oleh Pak Duke, dia menunjukkan kepedulian dengan meminta adanya kepastian hukum atas perkara bansos bone bolango.
“Dengan adanya 2 (Dua) terpidana kemudian perkara yang kami ajukan tidak kunjung diproses lebih lanjut maka wujud kepastian hukum tersebut tidak tercapai,” ucapnya.
Disinggung masalah Tipikor yang melibatkan mantan gubernur gorontalo FM yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara sebesar 5.4M, menurut Zainudin hal tersebut telah memberikan sinyalemen nyata bahwa Perkara Korupsi dengan melibatkan Pejabat Daerah di Propinsi Gorontalo hanya dijadikan sebagai ajang Trophy Bergilir untuk kepala-kepala Kejaksaan Tinggi.
“Betapa tidak kasus 5.4M tersebut juga telah ada yang menjadi terpidana tapi lagi-lagi pihak lain yang juga mengakibatkan adanya tipikor tidak kunjung diadili,” katanya.
Selain itu juga Zainudin mengungkapkan dalam putusan Moh. Husain pada perkara nomor : 8/Pid.Sus-TPK/2015/PN Gto pada halaman 114 terdapat beberapa nama yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan Buku SD tahun 2011 di diknas pendidikan disebut dalam pertimbangan majelis hakim, di halaman 115 ada keterangan saksi yang dipertimbangkan majelis hakim tentang pihak yang mendapat pembagian uang sebesar Rp. 90.000.000, ada pula fakta bahwa Perusahaan Pemenang dalam perkara tersebut adalah PT. Gilang Mahardika diduga berdasarkan perintah melalui pesan singkat “bismillah gilang mahardika”.
“Maka untuk menjunjung tinggi kepastian hukum dan kesamaan dihadapan hukum maka kejati haruslah bertindak cepat terhadap perkara-perkara mangkrak. Jangan sampai ada image bahwa hukum itu tidak berlaku untuk pejabat Negara, hanya berlaku bagi ASN yang berpangkat rendah, hanya untuk aparat desa atau kepala desa, hanya untuk mereka-mereka yang tidak dekat dengan petinggi.
Saya yakin masih ada secercah sinar keadilan bagi mereka yang telah menjalani proses pemidanaan sedang yang lain menumpuk kekayaan. Terkait apakah benar ada tidaknya putusan KY, silahkan tanyakan ke Humas Tipikor,” pungkasnya. (***)