LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Kebijakan Pemerintah Provinsi Gorontalo terkait menerapkan 5 hari sekolah di SMA dan SMK tidaklah mengejutkan karena semenjak tahun 2017 pemerintah telah menerbitkan bleid kebijakan tersebut.
5 hari sekolah dalam 1 minggu di Pendidikan Dasar dan Menengah yang ditetapkan melalui Permendikbud No. 23 Tahun 2017 tentang Hari Kerja Sekolah.
Kepada Lensa.today, Umar Karim Aktivis Pemerhati Pendidikan mengatakan bahwa kebijakan ini pada dasarnya cukup baik karena dapat memberi waktu lebih banyak interaksi anak dengan orang tua pada saat akhir pekan. sabtu dan minggu serta menstimulus kemandirian anak karena relatif selama 8 jam dalam sehari tidak bersama orang tua.
Lanjut Umar, Akan tetapi kebijakan Pemerintah Provinsi ini jangan sampai hanya sampai pada instruksi sekolah 5 hari tanpa diringi oleh kebijakan lain yang tak kalah pentingnya, yakni seperti keharusan penyediaan ruang khusus makan bagi siswa di setiap sekolah.
” Ruang makan tak harus menyediakan makanan akan tetapi cukup sebagai ruangan yang higienis yang dapat digunakan untuk santap siang dengan menu dari bekal yang disediakan sendiri oleh siswa,” kata Umar Karim.
Sebenarnya setiap sekolah telah memiliki kantin akan tetapi menu makan siswa tidak bisa hanya menoton dari kantin. Apalagi bagi siswa karena alasan kesehatan memiliki karakter menu yang biasanya tidak tersedia di kantin sekolah, juga bagi siswa yang karena alasan ekonomi tak mampu setiap hari jajan di kantin.
” Jika tidak ada ruang makan tersendiri, siswa akan makan di emperan sekolah. Itu tidak baik. Sekolah tidak saja berfungsi sebagai wahana mendidik anak akan tetapi ikut pula membentuk karakater dan etik siswa termasuk etika makan yang baik,” ucap Caleg Nasdem Wilayah Pemilihan Tibawa, Pulubala, Boliyohuto Cs.
” Yang pasti jika makan di emperan sekolah itu cara makan yang jauh dari etika makan tang baik. Sekalipun diperbolehkan makan di ruang kelas sama saja itu seakan mendidik anak tidak disipilin karena menjadikan ruang belajar sekaligus sebagai tempat makan,” sambung Umar.
Belum lagi soal higienis ruang belajar yang belum tentu sehat sebagai tempat makan.
Soal makan jangan dianggap remeh, ini bukan semata soal asupan gizi karena itu hanya bicara soal kualitas makanan, ini bagian pembentukan kedisiplinan, karakater dan prilaku anak.
” Orang tua sudah berusaha mengajarkan anak-anaknya bagaimana cara makan yang baik. Apalagi bagi Gorontalo yang mayoritas muslim, orang tua telah berusaha mengajarkan anaknya etika makan sesuai sunnah Rasul,” imbuh Umar.
” Menyediakan ruang makan tersendiri bagi siswa tentu membutuhkan anggaran. Soal anggaran saya pikir bukan merupakan problem bagi Pemrov Gorontalo karena pada dasarnya Pemrov memiliki kapasitas anggaran pendidikan yang cukup banyak,” lanjutnya.
” Sebagai contoh pada TA 2023 APBD Prov sebesar 1,8 Trilyun sehingga sesuai Mandatory Spending yang ditentukan dalam konstitusi UUD 1945 anggaran pendidikan selain gaji guru paling sedkiti sebesar 20% atau sekitar 300 Milyar dari nilai APBD TA 2023,” ungkap UK.
” Apalagi Pemerintah Prov hanya bertanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan menengah SMA/SMK sehingga anggaran Pendidikan 300 Milyar tersebut sebenarnya cukup berlimpah,” urai Umar.
Sehingga untuk sekedar menyediakan ruang makan bagi siswa bukan merupakan problem bahkan mensubsidi makan siang bagi siswa miskin pun kayaknya cukup.
” Menyediakan ruang makan bagi siswa seharusnya sudah pula dipikirkan oleh Pemda Kab/kota jauh hari semenjak beberapa tahun lalu ketika kebijakan sekolah 5 hari diterapkan di sekolah SD dan SMP. Akan tetapi faktanya hal tersebut terabaikan,” tutup UK. (***)