LENSA.TODAY, -(GORONTALO)- Polemik terkait kelayakan sosok Nelson Pomalingo untuk mendapatkan gelar adat pulanga, akhirnya Musyawarah Pemangku adat pemberian gelar adat dibatalkan.
Musyawarah yang semestinya dilaksanakan untuk memutuskan layak tidaknya bupati yang diributkan telah menikah siri dengan perempuan bercadar Ifana Abdulrahman ini, terinformasi batal gegara isu – isu tak senonoh serta surat masuk ke Lembaga Adat Kabgor, tertanggal 31 Agustus 2022.

Seperti diketahui, inti dari surat masuk dari Ifana adalah keberatan dengan rencana pemberian gelar adat kepada Nelson Pomalingo sebagai Tauwa Lo Lahuwa, yang artinya adalah Pemimpin yang memiliki kewibawaan, bertindak arif dan tegas, menerapkan hukum Allah jika tidak dapat menyelesaikan hukum manusia, pemimpin yang dapat membuat masyarakatnya tenang dan takut membuat pelanggaran.
Kepada awak media, Ketua Lembaga Adat Kabupaten Gorontalo Subroto Duhe melalui sambungan selullernya mengatakan bahwa musyawarah pemangku Adat dibatalkan karena ada statement Bupati Nelson yang mengatakan penundaan akibat kondisi covid. Namun, untuk kepastiannya Subroto menyarankan untuk menghubungi Ad. Khaly dan Guntur Pakaya.
“Dibatalkan karena ada statemen Pak Nelson yang ingin menunda pemberian gelar adat (Karena masih Covid, red). Persoalan itu (jadi atau tidak, red) hasil musyawarah itu kan yang membahas itu kan (pemberian gelar adat, red). Kalau perlu dari hasil musyawarah itu mereka diwawancarai oleh wartawan. Kenapa dibatalkan karena ini dan itu, cuma rencananya ada perkembangan baru bahwa tetap akan dilaksanakan itu musyawarah. Tapi kepastiannya nanti akan dibahas hari senin depan,” ucap Subroto.
Salah satu tokoh adat Gorontalo yang belum mau disebutkan namanya mengatakan bahwa pemberian gelar adat itu adalah mutlak kewenangan dari lima negeri atau Uduluo limo lo pohalaa. Lembaga ataupun dewan adat, menurutnya hanyalah sebagai perantara atau fasilitator. Sehingga, dengan adanya musyawarah pemangku adat yang batal digelar pada Rabu (7/9) kemarin, bukan karena usulan penundaan dari Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo.
“Dalam tatanan adat setahu kami, bahwa yang berhak memberikan gelar adat pulanga itu para pemangku adat. Jadi yang membatalkan itu kami, bukan solah-olah kami diatur oleh bupati, berkaitan dengan statemen penundaan pemberian gelar, begitu konotasinya. Perlu disampaikan bahwa sesungguhnya, pemberian pulanga itu adalah inisiatif atau muncul dari para bate’, jadi fungsi lembaga atau dewan adat itu hanya fasilitator atau mengkomunikasikan kepada pemangku adat. Contohnya, Limboto yah, lembaga adat hanya memfasilitasikan bukan menentukan pemberian gelar adat itu. Artinya hanya memberitahu bahwa Lembaga Adat Limboto berencana memberikan gelar adat kepada Beliau (Nelson,red)” Katanya.
“Nah, prosedurnya harus mengkonsultasikan dengan para bate’, artinya Pulanga itu diberikan adalah hak mutlaknya para pemangku. Sehingga dengan demikian, pembatalannya bukan melalui Bupati, tapi harus dengan Musyawarah, itu haknya para pemangku adat bukan dari yang akan diberikan gelar,” Tambah Tokoh Adat tersebut.
Sementara itu, pada keterangan Karim Pateda melalui website Pemerintah Kabupaten Gorontalo Baca : https://gorontalokab.go.id/dinilai-memiliki-karya-ilomata-bupati-nelson-layak-menyandang-gelar-adat-pulanga/, menyebutkan bahwa Bupati Nelson Pomalingo dinilai sudah wajar dan layak mendapatkan gelar adat atau “Pulanga” . Menurutnya, hal tersebut berdasarkan penilaian obyektif yang merujuk pada nilai-nilai dan kaidah kearifan lokal yang tercakup dalam peradatan Gorontalo. Dimana, Salah satu bentuk penilaian diantaranya bersumber dari aspek Karya atau “Ilomata” Bupati Nelson beserta aspek adat lainnya seperti “Pahawe” hingga dipercaya oleh rakyat menjadi Bupati 2 periode.
Karim Pateda mengatakan bahwa sebenarnya Dewan Adat Gorontalo sudah memutuskan pemberian gelar adat pulanga kepada Bupati Nelson Pomalingo sejak 4 tahun lalu. Bahkan dirinya sudah menyampaikan rencana penganugerahan tersebut langsung ke Bupati Nelson Pomalingo.
Untuk diketahui, bahwa penganugerahan gelar adat itu tidak hanya di lihat dari satu sisi dalam hal Ilomata, tapi harus dilihat dari 2 sisi yang tentunya sangat berpengaruh terhadap diri dari yang di beri gelar adat dan juga berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup masyarakat yang memberikan amanah kepada yang diberi gelar adat. Jadi harus bukan di lihat dari Ilomata (Karya) akan tetapi sangat penting dilihat juga dari Karakter dan Moralitas. (***)